"Ada pun mata kita akan terus bertatapan hingga berabad-abad lamanya. Juwitaku yang cakap meskipun tanpa dandanan untukmu hidupku terbuka. Warna-warna kehidupan berpendar-pendar menakjubkan Isyarat-isyarat getaran ajaib menggerakkan penaku. Tanpa sekejap pun luput dari kenangan padamu aku bergerak menulis pamplet, mempertahankan kehidupan."
seberapa mampukah aku bayar tiap kali ruang dan peluang Kau kurniakan? harus berapa sujudkah untuk aku syukurkan keberuntungan? Tuhan, harga bahagia belum kutemu bayarannya. apakah harus sabar di waktu Engkau menguji, atau memang semua cuma ujian nurani, saat Engkau memberi?
kata-kata yang kudengar - takdir adalah satu lontaran soalan.
Engkau akan melihat bagaimana aku menjawab.
dan terlalu baiknya Engkau, untuk selama ini aku telah dilindungi dan disayangi dalam jagaan-Mu. maka janganlah biarkan di masa depan, dalam sekelip detik pun aku menentukan nasibku dengan tangan sendiri. . . .
maafkan aku, bilamana perasaan menjadi beban yang menyakiti.
buat Nafis Husna Khairunnisa, santri kota Yogja.
dari asli daerahmu Bantul, yang indah, hijau dan asri.
mungkin seperti ini dek,
kalau aku kisahkan
buat jadi tembang kenangan
kau tampak takut-takut waktu mula mendekat
cukup satu usikan kau jadi malu-malu.
dan waktu terpaterinya tanda persahabatan
adalah waktu dari jauh aku melambai riang
senang akan kebersamaan waktu
dek, senyummu sewu matahari
dan candamu bintang-bintang memaku
baik hatimu - ya, kayak rembulan penuh
di satu malam ia muncul di pintu graha
dua jam dan setengahnya
memang memisah kita jadi dua dunia berbeza